Bapak
Selamet adalah pengamal dari Desa Tenam, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten
Batanghari, Provinsi Jambi. Sebelum mengamalkan Wahidiyah, Bapak Selamet
dikenal masyarakat memiliki keahlian sebagai paranormal. Setelah mengamalkan
Wahidiyah, Ia mengganti manteranya dengan Sholawat Wahidiyah bila diminta
bantuan penyembuhan.
Pengalaman Pertama
Waktu
itu, di kampung Saya belum ada pengamal Wahidiyah. Kawan yang memberikan
Sholawat Wahidiyah kepada Saya mengatakan bahwa amalan ini sholawatnya Raja
Waliyulloh. Setelah Saya menerima lembaran Sholawat Wahidiyah, Saya lupa
menyimpannya. Lagi pula, Saya kurang pandai membaca huruf arab.
Beberapa
bulan kemudian, Saya mengamalkan “Ya
Sayidi Ya Rasulullah” selama 30 menit. Suatu malam ketika baru 3 minggu Saya
mengamalkan “Ya Sayidi Ya Rasulullah”,
selesai Mujahadah Saya tidur dan bermimpi didatangi oleh seseorang yang santun
dan Saya tidak kenal sebelumnya. Beliau mengajarkan kepada Saya aurod tasyafu’ dan istighotsah:
Ya Syafi’al Kholqis Sholatu…. dst. 3x
Ya Sayyidi Ya Rasulullah 7x
Ya Ayyuhal Ghouts Salamullah…. dst. 3x
Setelah
bangun tidur, Saya sedikit lupa wirid yang diajarkan. Dalam hati Saya muncul
pertanyaan: “apakah itu yang dimaksud Raja Waliyulloh.” Pada malam berikutnya, Saya
bermimpi kedua kalinya yang isinya seperti mimpi pertama. Ketika terbangun, Saya
dapat menghafal aurod tasyafu’ dan istighotsah tersebut.
Ketika
Saya menghadiri Mujahadah Usbuiyah, Saya mengerti kalau aurod yang Saya terima
dalam mimpi termasuk rangkaian aurod Sholawat Wahidiyah. Sebenarnya Saya malu
dan takut bercerita, khawatir hati Saya terjangkiti ujub dan Riya, hingga
akhirnya merusak barokahnya ilmu. Namun karena ada instruksi dari PW Pusat agar
para pengamal Wahidiyah melaporkan pengalaman rohani, barulah Saya menceritakan
pengalaman rohani Saya ini.
Pengalaman Kedua
Suatu
hari, Saya kedatangan tamu yang meminta bantuan agar permasalahan yang
dialaminya dapat segera terselesaikan. Dalam memenuhi permohonan tamu itu, Saya
melakukan meditasi denga membaca mantera atau doa yang sering Saya amalkan
sebelum mengenal amalan Wahidiyah. Di tengah membaca doa atau mantera, tiba-tiba
secara terjaga, Saya mendengar suara orang yang mengajari Saya tasyafu’ dan istighotsah dalam mimpi. Kepada Saya, Beliau berkata,
“Sing di wirid dungo sing anyar wae. Wis mencakup kabeh dungo”
artinya:
yang dibaca doa yang baru saja, sudah mencakup semua doa
Ketika
Saya menghadiri Mujahadah Nisfussanah Provinsi Jambi di Kabupaten Merangin, Saya
bisa sowan atau menghadap kepada Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo Kyai RA dalam
acara pisowanan umum. Saat itu banyak sekali pengamal Wahidiyah yang sowan. Mereka
antre berjajar bergantian untuk berjabat tangan dengan Beliau untuk mohon doa
restu.
Ketika
menjelang giliran Saya, Saya sangat terkejut dan badan Saya gemetaran. Sebab,
ternyata orang yang mengajari Saya tasyafu’
dan istighotsah dalam mimpi adalah
Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA Pengasuh Perjuangan
Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo.
Ya Sayidi Ya Ayyuhal Ghouts. Ini
adalah anugerah yang sangat besar bagi Saya. (dppw)
Sumber:
Majalah
Aham Edisi 145 | Juni 2019 M | Syawal 1440 H
Tags:
wahidiyah