Berikut
ini pengalaman rohani H. Ahmad Muslim. Pria kelahiran Jember, 30 Juni 1973,
pengamal yang tinggal di Desa harapan, Teluk Gelam, OKI (Ketua PW OKI Sumsel)
Daftar Haji Belum Genap 3 Bulan, Langsung Berangkat
Pada
Bulan Syawal 1424 H (2004 M), Pak Kasinah, salah satu pengamal Wahidiyah di
desa Saya, bertanya kepada Saya, “Kapan
Sampean pergi Haji?”, “Doakan saja”,
jawab Saya lalu balik bertanya, “Mengapa
Sampean bertanya hal tersebut?”, Pak Kinasih pun menjawab, “Tadi malam Saya mimpi Hadhrotul Mukarrom
Kanjeng Romo Kyai RA hadir di rumah Saya serta dawuh, ‘Pengamal Wahidiyah di
sebelah barat rumahmu itu penyakitnya akan sembuh, dan Pak Muslim akan Saya
ajak berangkat Haji”.
Pada
waktu itu memang ada pengamal Wahidiyah (Pak Solihin) yang rumahnya di sebelah
barat rumah Pak Kinasih, sudah menderita sakit yang agak parah. Dan telah
dicarikan obat dari berbagai tempat baik secara medis, obat tradisional maupun
mantra/doa orang pintar, namun belum juga sembuh. Beberapa hari setelah
pengalaman rohani Pak Kinasih ini, Pak Solihin benar-benar sembuh dari
penyakitnya.
Sementara
itu, beberapa hari dari mimpi Pak Kinasih tersebut, Saya mendapat rizki yang
tidak terduga sebelumnya. Uang itu Saya manfaatkan untuk biaya pendaftaran
ibadah Haji di kantor Kementerian Agama kabupaten OKI. Petugas Kementerian
Agama menginformasikan: Saya dapat berangkat Haji 4 atau 5 tahun kemudian. Allah
SWT benar-benar menampakkan karomah Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo Kyai RA.
Pasalnya,
dua hari menjelang pemberangkatan jamaah haji daerah OKI Sumatera Selatan
(termasuk Bapak dan Ibu Saya yang sudah daftar jauh-jauh tahun), Saya
mendapatkan panggilan dari Kementerian Agama bahwa Saya berangkat Haji pada bulan
dan tahun ini. Padahal Saya daftar Haji waktunya kurang dari 3 bulan. Bercampur
haru dan ragu Saya ikut persiapan apa adanya. Dan Saya pun berangkat bersama
Ibu dan Bapak Saya serta rombongan dari OKI menuju Jakarta.
Ketika
sudah berada di Gedung Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, semua jamaah dari OKI
sudah menerima surat-surat penting dan gelang ‘tanda jamaah Indonesia’. Hanya Saya saja yang belum mendapatkannya.
Ketika hal itu Saya tanyakan kepada karom (kepala rombongan), Saya hanya
mendapatkan jawaban agar Saya menunggu kepastian saja. Hati Saya timbul was-was
antara jadi berangkat Haji atas tidak.
Dan
untuk menghibur diri, Saya sering Mujahadah dan matur (tawajjuh) kepada Beliau
Kanjeng Romo Kyai Abdul Madjid Latif RA, untuk mohon doa restu. Dan Kami
berniat, jika tidak jadi berangkat haji, Kami malu pulang ke OKI dan Saya akan
berangkat ke Ponpes Kedunglo untuk riyadhoh dan bermujahadah. Ketika rombongan
sudah berkemas-kemas akan berangkat ke Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Saya
dengan hati was-was juga ikut berkemas-kemas meskipun belum memiliki
kelengkapan surat.
Dan
ketika rombongan memasuki bis yang mengantar ke Bandara Cengkareng, Saya nekat
ikut naik bis. Dan ketika Saya di dalam bis, Saya ditemui karom yang menyuruh
Saya berdoa saja, semoga ada keajaiban Tuhan, semoga di Bandara nanti semuanya
jadi beres. Ketika sudah berada di Bandara, Saya baru menerima surat-surat dan
gelang sebagaimana jamaah lainnya.
Tonton versi YouTube nya juga yuk...
Mujahadah di Ruangan Dalam Makam Rasulullah SAW
Alhamdulillah akhirnya Saya bersama rombongan OKI
sampai di tanah suci. Ketika menjalankan rukun Haji di Masjidil Haram, Mina,
Muzdalifah dan di mana pun Saya berada, Saya memperbanyak istighotsah memanggil-manggil Kanjeng Romo Kyai RA.
Saya
meyakini bahwa Hadhrotul Mukarram Kanjeng Romo Kyai RA adalah Sulthonul Auliya pada zaman ini, maka
secara rohani Beliau RA berada di Makkah dan Madinah juga. Keyakinan yang kedua
adalah keberangkatan Haji Saya ini ‘diajak’ oleh Beliau RA. Pada saat Saya akan
berziarah ke makam Rasulullah SAW, Saya matur kepada kanjeng Romo Kyai RA,
“Kanjeng Romo, Kulo kepingin sanget mlebet
ruangan nglebet makam Rasulullah”
artinya:
Kanjeng Romo, Saya ingin sekali masuk ke ruangan dalam makam Rasulullah SAW
Setelah
berdoa ini, tiba-tiba Saya dipanggil oleh orang yang bertubuh besar yang berada
di dekat makam Rosul. Dan Saya menghampiri orang tersebut lalu dipersilahkan
memasuki makam Rasulullah SAW yang tertutup untuk umum. Dalam makam Rasulullah
ini, Saya bermujahadah dan menangis berterimakasih kepada Rasulullah SAW dan
Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo Kyai RA yang mengizinkan Saya bermujahadah di
dalam makam.
Meski
demikian, karena kotornya hati Saya, Saya belum puas karena Saya belum bertemu
secara terjaga dengan Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo Kyai Abdul Latif Madjid
RA. Hari semakin mendekati kepulangan jamaah ke tanah air. Hati Saya semakin
gelisah bercampur rindu ingin bertemu Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo Kyai RA
secara terjaga (yaqodzotan). Dalam hati, Saya terus menerus memanggil-manggil
Beliau RA agar Allah SWT mengizinkan Beliau RA menampakkan diri kepada Saya.
Tiga
hari menjelang pulang ke tanah air, Waktu itu Saya berada di Masjid Nabawi.
Setelah melaksanakan jamaah sholat isya’ dan bermujahadah sendirian, tiba-tiba
Saya melihat Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo Kyai RA berdiri di Roudhoh dan memandang
ke arah Saya. Spontan Saya memanggil Beliau RA dengan suara yang agak keras
karena waktu itu antara tempat Saya dengan Beliau RA agak jauh, “Romo Kyai, Saya Muslim dari OKI!”.
Kanjeng Romo Kyai RA menjawab, “Ya, Kamu
menuju ke sini!”.
Dengan
jalan agak cepat Saya menuju ke tempat Beliau RA. Dan ketika berada di depan
Beliau RA, Saya menangis sungkem tunduk mencium tapak tangan Beliau RA sambil
jongkok dalam waktu agak lama. Dan ketika Saya bangun berdiri dari sungkem,
Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo Kyai RA menghilang dari pandangan Saya. (dppw)
Sumber:
Majalah
Aham Edisi 134 | Dzul Hijjah 1438 H
Tags:
wahidiyah