Pada
tanggal 24 Maret 2014 yang lalu, Pak Mawardi berangkat ke tanah suci Mekah dan
Madinah untuk melaksanakan ibadah umrah. Ia berangkat bersama 42 orang lainnya
dari kelompok perjalanan umrah di daerah asalnya.
Titipan Salam dari Kanjeng Romo Kyai RA
Sebelum
berangkat umrah, pengamal asal Sidoarjo ini sowan ke pangkuan Beliau Hadhrotul Mukaram
Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA. Dalam pisowanan itu Beliau dawuh, “Saat umrah nanti sebaiknya sampeyan
memperbanyak Riyadhoh dan sampaikan salamku kepada Rasulullah”. Pak Mawardi
beserta anggota rombongan umrah lainnya sampai di Madinah Al-Munawara keesokan
harinya menjelang waktu solat zuhur.
Ketika
pertama kali menginjakkan kakinya di Madinah, Ia ingat dawuh Kanjeng Romo Kyai
RA. Kemudian berniat memanfaatkan waktu selama di Madinah untuk Riyadhoh,
bermujahadah dan melek (mengurangi tidur). Untuk memulai niatnya itu, Pak
Mawardi menghadiahkan fatihah dan tawajuh ke pangkuan Ghoutsu Hadzazzaman RA
untuk memohon doa restu dan jangkauan barokah nadroh Beliau. Setelah menjalankan
niatnya, Mbah Dukun, sapaan akrabnya juga mengikuti kegiatan yang telah disusun
oleh panitia rombongan umrah.
Jadwal
kegiatan yang diikutinya antara lain ziarah ke makam Rasulullah SAW, makam para
sahabat serta tempat bersejarah lainnya. untuk solat berjamaah di Masjid Nabawi
jamaah hanya dianjurkan saja. Namun, bagi Pak Mawardi, kesempatan untuk beribadah
dan solat berjamaah di Masjid Rasulullah SAW tidak ingin Ia sia-siakan.
Kebetulan rombongan umrah menginap di salah satu hotel peristirahatan yang
jaraknya hanya 250 meter dari Masjid Nabawi.
Mbah
dukun yang sebenarnya tidak berprofesi sebagai dukun ini benar-benar bersungguh-sungguh
Riyadhoh dengan menyegerakan untuk bermujahadah. Pada sore hari menjelang waktu
solat Ashar sampai usai solat Isya’, Ia bermujahadah dan solat berjamaah di
Masjid Nabawi. Setelah itu, Pak Mawardi kembali ke hotel untuk mengisi bidang
dan bertemu sesama anggota rombongan umrah. Menjelang tengah malam Ia kembali
ke Masjid Nabawi dan khususnya Raudah.
Ketika
bermujahadah di Raudah, Pak Mawardi tidak mampu menahan deraian air mata. Saat mengawali
Mujahadah, Ia matur kepada Rasulullah SAW, “Ya
Rasulullah, di dalam hadis Panjenengan bersabda : Barang siapa yang membaca
solawat di atas kuburku, Aku mendengarnya. Dan barang siapa membaca selawat jauh
dari kuburku, Aku menghadirinya. Dan Saya di makan Panjenengan membawa salam
dari Guru Kami, Kanjeng Romo Kyai RA”.
Dalam
matur menyampaikan salam Kanjeng Romo Kyai RA kepada Rasulullah SAW, Pak Mawardi
memohon ditunjukkan tanda bahwa salam itu diterima oleh Rasulullah SAW. “Dan apabila salam dari Guru Kami tidak
diterima, bagaimana Saya mempertanggungjawabkan ketika pulang nanti, Ya
Rasulullah”. Pada malam itu, belum ada tanda-tanda bahwa Rasulullah SAW
menerima salam dari Kanjeng Romo Kyai RA yang diamanatkan kepadanya.
Tidak
putus asa, setelah melakukan jadwal kegiatan dari panitia rombongan umrah, Pak
Mawardi kembali bermujahadah. Ketika malam kedua sejak pukul 24.00 waktu setempat
sampai setelah salat Subuh, Ia berada di Raudah untuk salat dan bermujahadah. Namun,
belum juga ada tanda-tanda. Pada hari ketiga tepatnya Kamis pagi, perasaan
sedih meliputi hati Pak Mawardi. Belum ada tanda-tanda penerimaan salam dari
Rasulullah SAW. Ia merasa hal itu disebabkan oleh kurangnya adab, ta’dzim dan
merasa hina (prihatin) saat bermujahadah.
Baginda Rasulullah SAW Menjawab Salam Kanjeng Romo Kyai RA
Mulai
pagi itu, Pak Mawardi mengadakan kontak batin dengan senantiasa nida’.
Menjelang sore, perasaan sedih Pak Mawardi kian bertambah, nida’ dan
bermujahadah semakin Ia tingkatkan. Saat malam terakhir, Pak Mawardi kembali ke
Raudah, Ia menangis dan matur kepada Rasulullah SAW dengan menyesali dosa yang
telah dilakukannya serta merasa sangat membutuhkan syafaat dan tarbiyah Beliau.
“Duhai Kanjeng Nabi, malam ini adalah malam terakhir
Saya di makam Panjenengan, jika Panjenengan tidak menerima salam dari Guru
Kami, bagaimana pertanggungjawaban ketika pulang nanti. Ya Sayidi Ya
Rasulullah, terimalah Kami dan nyuwun jawaban”. Dan menjelang waktu Subuh
di malam terakhir tepatnya Jumat dini hari, tiba-tiba Pak Mawardi melihat
priyantun memegang Al-Quran dan didampingi oleh dua priyantun lainnya yang
terlihat berwibawa berada di atas makam.
Dan
priyantun yang memegang Al-Quran itu dawuh, “Wa ’alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh”. Selesai menjawab
salam, priyantun yang memegang Al-Quran beserta dua sosok lainnya tiba-tiba
menghilang dari pandangan Pak Mawardi. Ia mencoba mencari, tetapi yang tampak
hanya dinding yang menutupi makam Rasulullah SAW. Pak Mawardi merasa haru dan
syahdu, salam dari Kanjeng Romo Kyai RA telah dijawab oleh priyantun, yang Ia
yakini adalah Baginda Rasulullah SAW. (Smesta)
Sumber:
Majalah
Aham Edisi 114 | Rajab 1435 H
Tags:
wahidiyah