Penampilan
wanita itu tampak sedikit berbeda dengan kebanyakan peserta Mujahadah Kubro
lainnya. Sepertinya ini adalah kunjungan pertamanya ke Kedunglo. Jauh-jauh
datang dari Lombok, NTB, apa yang dicarinya?
Mengalami Peristiwa Aneh Setelah Suaminya Meninggal
Sebut
saja namanya Dian, suaminya sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu dan kematiannya
dianggap tidak wajar oleh Dian. Apalagi, setelah itu beberapa kali Ia juga
mengalami peristiwa-peristiwa ganjil, mulai dari usahanya yang sepi sampai
musibah secara fisik. Masalah-masalah datang beruntun selama tiga tahun lamanya.
Terakhir, Ia jatuh dari sepeda motor hingga dua hari koma, anehnya, setelah
sadar tubuhnya menjadi gatal-gatal. Ingin mencari jalan keluar, ia menggunakan
jasa seorang dukun.
Dukun
itu mengatakan ada sesuatu di tokonya, Dian pun memintanya untuk datang. Paginya,
dukun tersebut datang ke toko dan menunjukkan ‘sesuatu’ itu, ada benda dibungkus
semacam kain kafan berisi keris kecil dan terdapat gambar naga. Benda itu lalu
dimasukkan ke dalam tas plastik untuk dibuang, namun sorenya dukun itu
mengatakan bahwa benda itu kembali ke tokonya. Dia minta dijemput untuk kembali
lagi ke toko, dan ternyata benar ada. Dian tak habis pikir, padahal jelas-jelas
benda itu sudah tidak ada.
Dukun Aneh yang Ternyata Berniat Menipu
Kali
ini di dalamnya tertulis 6 digit angka sekitar 53 juta sekian. Yang membuat
Dian makin stress adalah sang dukun yang mengatakan angka itu menunjukkan mahar
yang harus dibayar untuk menyelesaikan persoalannya. Merasa tidak memiliki uang
sebanyak itu, Dian tidak sanggup membayarnya. Benda itu dibayar si dukun yang
berkali-kali mengirimi SMS agar segera dibayar. Meskipun takut, Dian tetap
tidak bisa menuruti permintaan itu. “Ya
sudah, ambil lagi dan Saya taruh di Gereja saja benda itu”, kata Dian.
Dalam
keadaan terjepit, pembantu Dian mencoba menawarkan solusi, “Bu, coba SMS pak Budi”. Awalnya Dian
enggan karena merasa tidak kenal, namun karena tidak ada jalan lain, akhirnya Ia
menuruti saran pembantunya itu. “Itu 100%
penipuan, Bu. Jangan bayar satu rupiah pun”, kata pak Budi setelah mereka
bertemu. “Tetapi Saya tidak berani, Pak”,
kata Dian. Lalu pak Budi menawarkan solusi, “Biar Saya yang menghadapinya. Ibu baca ini saja, Ya Sayidi ya
Rasulullah, kalau bisa 30 menit setiap hari”.
Dian
lega, meskipun berkali-kali dukun tersebut mengirimi nya SMS, Ia tidak pernah
membalas. Nasihat pak Budi ia jalankan, setiap sepertiga malam terakhir selama
40 hari Ia bangun untuk ‘sembahyang’ (Dian menyebut ritual membaca Ya Sayidi Ya
Rasulullah selama 30 menit itu dengan istilah sembahyang). Dan setiap kali
sembahyang, dukun itu selalu muncul di alam bawah sadarnya. Ia menceritakan hal
itu pada pak Budi. Pak Budi kemudian ke rumah Dian dan salat, lalu melewati
depan toko.
Ketua
PW Lombok Barat ini mengatakan bahwa ada batu besar yang menutupi toko Dian,
lalu Ia meminta Dian agar membuka tokonya kembali. Sejak saat itu, masalah yang
dialaminya berangsur-angsur mulai hilang. Dalam suatu Mujahadah nya, Ia melihat
dukun itu datang ke rumah pak Budi. Setelah dikonfirmasi kepada pak Budi, Ia
membenarkan bahwa dukun itu datang dan meminta maaf. Sejak saat itu dukun
tersebut sudah tidak pernah mengganggunya lagi.
Tidak
Cuma itu, Dian kini memiliki kelebihan yang sebelum tidak pernah Ia rasakan. Ia
bisa melihat makhluk-makhluk kasat mata yang bermacam-macam bentuknya,
kadang-kadang buruk, kadang-kadang juga baik.
Bertekad Melanjutkan Mujahadah karena Mendapatkan Kenyamanan dan Ketenangan
“Berarti Ibu sudah bisa membedakan mana yang
bagus dan mana yang tidak. Sekarang terserah Ibu mau apa setelah selesai Mujahadah
40 hari ini”, kata pak Budi. Namun, walaupun sudah menyelesaikan Mujahadah
40 hari, ternyata Dian ingin tetap melakukannya lagi dengan ‘tema’ yang berbeda.
Entah sudah berapa kali Ia melakukan sembahyang 40 hari itu. Rupanya Ia mulai
merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam mengamalkan bacaan itu.
Di lain
hari dalam sembahyangnya, Dia melihat orang-orang memakai baju seperti dai-dai,
ada yang hitam, putih, memasuki tokonya. Dia khawatir karena berpikir
orang-orang itu mau membuat kekacauan (yang dimaksud Dian adalah salah satu
ormas yang dikenal suka melakukan sweeping). Ternyata orang-orang itu hanya
sebentar masuk tokonya lalu keluar lagi. “Itulah
yang suka bersama Saya dan Ibu”, kata pak Budi. Dian tidak mengerti siapa
yang dimaksud oleh pak Budi, namun yang terpenting baginya kini Ia sudah
tenang.
Ia
sangat bersyukur Tuhan telah menunjukkan jalan, semula ia sudah putus asa, frustrasi
dan ingin bunuh diri. Bahkan seandainya Ia dilahirkan kembali, Ia tidak ingin
lagi hidup di Lombok. Namun, kini ia bertekad akan menghadapi masalah yang
menimpanya karena Ia sudah memiliki senjata sendiri. dengan sedikit bercanda,
Ia mengatakan kepada pembantunya, “Kamu
itu muslim, tetapi sembahyangmu masih kalah sama Aku yang non muslim”.
Sebagai
rasa syukurnya, penganut Katolik karismatik ini memenuhi saran pak Budi untuk
datang dalam acara Mujahadah Kubro. Dian juga membagi sedikit cerita bahwa menangis
bercucuran air mata saat berdoa adalah hal yang biasa dalam keyakinan yang
dianutnya. Namun sayang, Ibu dua putra ini tidak bisa lama-lama mengikuti
seluruh rangkaian acara. Esoknya (Minggu), Ia harus beribadah di gereja Puhsarang
Semen, Kediri, sekitar 10 km arah barat daya Kedunglo. (rz)
Sumber:
Majalah
Aham Edisi 123 | Muharram 1437 H
Tags:
wahidiyah