Setiap
muslim pasti mendambakan bisa berjumpa dengan Rasulullah SAW, demikian pula Ibu
Sri M. Prawito. Sejak mengenal dan mengamalkan Sholawat Wahidiyah, Ia memiliki
keyakinan dan kemantapan bahwa suatu saat Ia bisa berjumpa dengan Beliau, dan
itu benar-benar terwujud. Berikut penuturan Ibu pengamal Wahidiyah asal Klakah,
Lumajang ini kepada Aham.
Pertama Kali Berkenalan dengan Sholawat Wahidiyah karena Kejadian yang Tidak Menyenangkan
Hari
itu Jumat pagi, sekitar tahun 86-an, Saya datang dari Probolinggo ke Kediri. Kebetulan
Saya ada pekerjaan borongan di kota tersebut, namun sampai di tempat kerja,
Saya sama sekali tidak menjumpai para pekerja. Padahal tanggal dan tanda tangan
sesuai dengan daftar hadir hari itu, Saya bertanya-tanya, ke manakah perginya
mereka. Meski sedikit jengkel, Saya pun hanya bisa menunggu.
Setelah
mereka datang, Saya bertanya dari mana mereka dan mereka menjawab dari Ponpes
Kedunglo, seminggu sekali menghadiri pengajian Kitab Al-Hikam. “Apa itu Al-Hikam? Saya tidak butuh!”,
kata Saya sambil marah-marah. Para pekerja itu berusaha menjelaskan bahwa
mereka tetap melaksanakan tanggung jawabnya, meski mengambil sedikit waktu
untuk ikut mengaji di Kedunglo. “Tenang,
Bu, jangan marah-marah. Ini bisa meredakan kemarahan Ibu”, kata salah satu
dari mereka sambil memberikan lembaran Sholawat Wahidiyah.
Singkat
cerita, penasaran dengan apa yang dikatakan oleh para pekerja, Saya pun bersedia
diajak ke Kedunglo. Sampai di sana, Saya ditemui oleh salah seorang dai dari
Malang. Saya bertanya, “Bisakah Saya
bertemu Pak Kyai?”, namun wanita tersebut menjawab tidak bisa karena Beliau
sedang sibuk. Saat itu Saya mengenakan celana, hem lengan pendek tanpa berjilbab
dan berhelm kuning, baju khas seorang mandor. Salat Saya pun ketika itu masih
acak-acakan, Saya berpikir mungkin itu sebabnya Saya dilarang masuk.
Bertemu Mbah Yahi Madjid QS wa RA dan Langsung Jatuh Cinta dengan Kepribadian Beliau
Setelah
itu seharusnya Saya pulang, tetapi Saya malah lewat belakang ndalem. Di sana
Saya berjumpa seorang Ibu yang kemudian Saya ketahui adalah Mbah Nyai RA. Saya
matur, “Bisakah Saya bertemu Pak Kyai?”,
di luar dugaan Beliau menjawab, “Oh bisa,
mari masuk”. Saya pun diantar ke ruang tamu wanita, Saya merasa semua tamu
wanita melihat Saya dengan pandangan prihatin dan menangis. Dalam hati Saya
bertanya, ada apa? Mengapa mereka menangis melihat Saya? Saya agak terkejut
ketika tiba-tiba seorang Ibu meminjami Saya kerudung, akhirnya Saya duduk di
dekat pintu.
Tiba-tiba
Kyai yang Saya cari (Beliau adalah Mbah Yahi Abdul Madjid Ma’ruf QS wa RA)
hadir dari ruang tamu pria. Uniknya, sebelumnya Beliau memakai sarung
kotak-kotak warna ungu dengan hem putih lengan panjang dan jas warna hitam. Tetapi
setelah itu berganti memakai celana warna cokelat dan hem lengan pendek warna
krem seolah mengimbangi cara berpakaian Saya. Melihat seperti itu, Ibu-ibu dan
remaja yang ada di situ menangis.
Saya
bingung, ada apa ini? pada waktu itu Saya pertama kali mengenal situasi dan
kondisi seperti itu, jadi ada rasa takut di hati Saya. Namun di sisi lain Saya
juga terkesan oleh Beliau Mbah Yahi QS wa RA. Sejak saat itu Saya jadi sering
ke Kedunglo dan sowan Beliau.
Pengalaman Pertama: Bertemu Rasulullah dalam Keadaan Terjaga
Selang
beberapa lama, Ayah Saya meninggal dunia. Selesai tahlil beberapa hari, karpet
belum dilipat, Saya duduk bersama Ibu Saya sambil bertasbih membaca Ya Sayidi Ya Rasulullah, lembaran belum
Saya hafalkan.
Sekitar
pukul 03.00 WIB dalam keadaan jaga (tidak tidur) Saya melihat Beliau Rasulullah
SAW di depan Saya, berpakaian kebesaran warna hijau dengan serban berwarna
senada. Begitu agung dan mulianya Beliau, Beliau Rasulullah SAW ngendiko, “Sri iki paringono jamrud”. Saat Saya
memandangnya, tahu-tahu di depan Saya ada empat orang berpakaian putih semua,
di antara salah satu yang dekat memberikan sebuah bentuk cincin bermata hijau.
Pengalaman Kedua: Tubuh Menggigil Kedinginan Hingga Opname
Berikutnya,
beberapa minggu setelah kejadian itu, begitu selesai salat badan Saya merasa
kedinginan dan beku sekali. Sampai diselimuti tiga selimut karena masih tetap menggigil,
lalu oleh suami Saya dibawa ke rumah sakit dan di opname satu hari. Tetapi,
lama-lama rasa dingin dan menggigil itu Saya rasakan menjadi nikmat yang luar biasa.
Di situlah timbul perasaan, ‘Ya Allah,
jangan dihentikan rasa ini’. Paginya, dokter menyarankan Saya check up, hasilnya bagus semua, tidak
ada masalah.
Dijenguk Kanjeng Romo Kyai RA dan Diminta Menemui Mbah Yahi Madjid QS wa RA
Pada
hari Kamis sekitar jam 09.00 WIB, Beliau kanjeng Romo Yahi RA (waktu itu masih
dipanggil Gus) bersama para santri datang ke RS Wonolangan Gringin-Probolinggo
tempat Saya dirawat. Saya hendak kundur, Beliau ngendiko, “Bu, wonten ngendikane Romo (Mbah Yahi RA, red) menawi sampun sangan
diaturi tindak dateng kedunglo” (Bu, ada pesan dari Romo-Mbah Yahi, kalau
sudah sembuh supaya datang ke Kedunglo).
Besoknya,
pagi-pagi sekali Saya berangkat ke Kedunglo langsung ditemui Mbah Yahi Madjid QS
wa RA. Saya ditanya, “Kagungan pengalaman
menapa?” (Punya pengalaman apa?) Saya diam, lalu Beliau memberi contoh
pengalaman yang dimaksud. Saya pun ingat dan menceritakan pengalaman Saya, baik
yang berjumpa Rasulullah SAW maupun saat menggigil kedinginan. Beliau dawuh,
“Banyak para ulama maupun para Kyai yang
ingin bertemu Rasulullah SAW sampai santrinya disuruh mengamalkan doa khusus supaya
terlaksana, tetapi di dalam Sholawat Wahidiyah tidak usah begitu bisa
terlaksana. Sedangkan saat merasa menggigil, itu juga sama dengan Rasulullah SAW
saat menerima wahyu pertama di gua Hira’. Tetapi yang menerima wahyu hanya para
Nabi dan Rasul, kalau Panjenengan itu menerima ilham, bukan wahyu.”
“Sekarang lembarannya apa sudah hafal? Kalau sudah
hafal, 7.17 diamalkan satu hari sekali”, kata Mbah Yahi RA. Saya bertanya, “kalau lebih bagaimana?”, Beliau
menjawab, “Satu kali saja.”
Peristiwa
yang sudah berlangsung selama puluhan tahun itu terus dikenang oleh pengusaha
pasir vulkanik dan batu bara ini. Ia berharap, pengamal Wahidiyah lainnya bisa
merasakan apa yang Ia rasakan, berjumpa dengan Beliau Kanjeng Nabi SAW. Karena barangsiapa
yang berjumpa Beliau di alam mimpi, kelak akan berjumpa Beliau di alam nyata. Wallahu A’lam (diceritakan oleh Ibu Sri M. Prawito secara tertulis)
Sumber:
Majalah
Aham Edisi 122 | Dzul Hijjah 1436 H
Tags:
wahidiyah