Rasulullah
SAW diutus ke dunia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Beliau adalah utusan
Allah SWT yang selalu mencintai umatnya. Saat Beliau dilahirkan, bahkan saat
menjelang ajal, yang Beliau panggil adalah umat Beliau, bukan yang lainnya.
Pengalaman
rohani ini dialami oleh Muhammad Sodiq (48) Ia adalah ketua DPPW Perwakilan
Negara Malaysia, tahun khidmah 2014-2018. Berikut ini cerita lengkap dari
pengalaman Muhammad Sodiq.
Mimpi Melewati Shiratal Mustaqim dan Bertemu Rasulullah SAW yang Memanggil-manggil Umatnya
Saya
telah menghafal dan mengenal Sholawat Wahidiyah semenjak Saya masih berusia balita.
Ibu kandung Saya sering membawa Saya menghadiri Mujahadah Usbuiyah yang
dilaksanakan secara bergiliran dari rumah pengamal Wahidiyah ke rumah lainnya,
maupun Mujahadah Kubro di Pondok Pesantren Kedunglo. Selain itu pula, Ibu Saya
membimbing Saya untuk tekun melaksanakan Mujahadah Yaumiyah yang sering Saya
laksanakan secara berjamaah bersamanya.
Dan ketika
Saya sudah memasuki Sekolah Dasar (SD), Saya bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Waktu
itu Saya bermimpi bersama Ibu kandung Saya melewati jembatan kecil, sangat
panjang dan sangat licin. Di bawahnya terdapat api yang sangat menyala-nyala, dalam
mimpi itu Saya berpikir mungkin jembatan ini yang dimaksud dengan shiratal mustaqim. Saya melihat banyak
orang yang terpeleset dan tercebur ke dalam api yang membara dan menyala-nyala.
Saya
bersama Ibu kandung Saya dapat melewatinya dengan membaca Ya Sayidi Ya Rasulullah, hingga dapat sampai ke seberang dengan
selamat. Namun alangkah sedihnya hati Saya, karena Bapak Saya tidak terlihat
bersama-sama menyeberang. Saya berpikir apakah Bapak Saya bisa melewati dengan
selamat atau tercebur ke dalam api (maaf, waktu itu Saya masih kecil, Bapak
Saya malas melaksanakan salat dan belum mau mengamalkan Sholawat Wahidiyah).
Saya
menangis, memanggil-manggil Rasulullah dan bertanya: Wahai Rasulullah, dimana Ayah Saya? Tiba-tiba datanglah seseorang
yang sangat berwibawa dan gagah perkasa. Orang ini berkata, “Aku Rasulullah”, setelah itu Beliau
berkata lagi, “Ummati… ummati…”
berkali-kali dan Saya tidak bisa menghitungnya. Perlu diketahui, sebelum mimpi
itu Saya belum pernah mengerti (baik melalui kata orang atau membaca hadis)
kalau Rasulullah SAW pernah memanggil-manggil umatnya dengan kalimat tersebut. Beberapa
bulan setelah mimpi itu, Saya bersama Ibu Saya menghadiri Mujahadah Kubro di
Pondok Pesantren Kedunglo.
Dalam
acara tersebut, petugas kuliah Wahidiyah (Saya kurang perhatian namanya)
menjelaskan bahwa ketika Rasulullah SAW menjelang wafat, memanggil-manggil
umatnya: Ummati… ummati… Waktu itu Saya teringat mimpi Saya dan teringat Bapak
Saya yang belum mau mengamalkan Wahidiyah. Dan waktu itu Saya berdoa agar Ayah
Saya mau mengamalkan Wahidiyah dan bertobat serta tekun mengamalkan ibadah
salat. Sepulang Mujahadah Kubro Saya sering mendoakan Ayah dan Alhamdulillah akhirnya Ayah Saya bertobat
dan menjadi pengamal Wahidiyah.
Percakapan dengan Bapak di Alam Barzah Melalui Mimpi
Dan
Ayah Saya wafat pada tahun 2000 M, setiap malam Saya bermujahadah agar Ayah
Saya mendapat ampunan Allah SWT. Sebelum memasuki 100 harinya, Saya bermimpi
bertemu Ayah Saya. Kepadanya Saya bertanya, dan beginilah percakapan Kami.
Saya : “Apakah Mujahadah
Wahidiyah bermanfaat di alam barzah?”
Bapak : “Mujahadah itu berat dilakukan oleh ahli dunia tetapi sangat nikmat dirasakan
ahli kubur”.
Saya : “Apakah
sampeyan di alam kubur masih bisa mengamalkan Sholawat Wahidiyah?”
Lalu
Bapak Saya langsung bermujahadah dengan Sholawat Wahidiyah sampai selesai.
Saya
terbangun dari tidur, menangis dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah
mempertemukan Saya dengan almarhum Bapak Saya dalam kondisi tetap Mujahadah
meskipun di alam barzah. Wallahu A’lam (dppw)
Sumber:
Majalah
Aham Edisi 143 | Februari 2019 M / Jumadats Tsaniyah 1440 H
Tags:
wahidiyah