Suatu
hari, Hj. Murni dari Cilacap, Jawa Tengah Umi diberi lembaran Sholawat
Wahidiyah oleh dua kakaknya, Slamet dan Mistam. Lembaran itu awalnya Ia abaikan
selama satu setengah tahun lamanya. Suatu sore, lembaran itu ditemukan oleh
suaminya, H. Mohammad Rohmat. Lalu dia meminta penjelasan kepada kakaknya,
Mistam. Akhirnya, justru suaminyalah yang mengamalkan, sedangkan istrinya
belum. Berikut ini kisahnya yang dibagikan kepada Aham.
Mengalami Kecelakaan Hingga Patah, Lalu Disembuhkan Oleh Priyantun Berjubah
Suami
Saya mengawali Mujahadah pengamalan 40 harian. Baru mendapat 7 hari, suami Saya
akan menjalani kontrol terakhir ke RS Margono Purwokerto karena flek paru-paru.
Karena merasa sudah sehat, Ia berangkat sendiri dengan mengendarai sepeda
motor. Pagi itu Saya mau ikut, tetapi dilarang oleh suami Saya. Akhirnya, 10 menit
dia pergi telepon Saya berdering kencang. Ternyata setelah Saya angkat, betapa
terkejutnya Saya mendengar kabar bahwa suami Saya mengalami kecelakaan tunggal
di Desa Condong, Banyumas.
Tulang
bahunya patah dan harus dirawat dua hari di rumah sakit. karena tidak mau
dioperasi dan keluarga juga tidak mengizinkan, waktu itu suami Saya disarankan
menjalani pengobatan alternatif oleh keluarga karena ada gejala diabetes juga. Akhirnya,
Saya berangkat ke salah satu praktik alternatif itu selama delapan hari delapan
malam. Waktu itu malam Jumat Kliwon. Kami diberitahu oleh yang mengobati,
ternyata tulang suami Saya belum ada perkembangan yang berarti.
Untuk
menyambung masih belum memungkinkan karena faktor gejala diabetes, sehingga
harus dirawat 11 hari lagi. Dengan penuh kesedihan, air mata Kami tumpah. Rasanya
pilu hati Saya, sedih tidak dapat Kamu sembunyikan. Ternyata keesokan harinya,
Jumat Kliwon, saat azan subuh berkumandang, suami Saya terbangun dan tangannya
bisa digerakkan. Ia juga bisa mengangkat tangan ke atas, lalu mencoba gerakan
solat dan alhamdulillah ternyata bisa. Saya segera berlari melapor kepada
perawat, mereka tidak percaya.
Hingga
suasana berganti malam, seolah Kami tak sanggup lagi Kami melewati cobaan ini,
Saya merebahkan badan di kolong dipan suami Saya. Karena lelah, Saya pun
tertidur, namun suami Saya meneruskan Mujahadah sambil duduk di atas tempat
duduknya. Tiba-tiba dalam keadaan terjaga, Ia melihat dengan jelas namun tidak
bisa berbicara. Ia melihat Priyantun berjubah dan memegang tulang yang patah
tersebut. Kemudian suami Saya membangunkan Saya dan menceritakan hal tersebut
dengan masih terbata-bata. Kami mencium aroma harum sekali di ruangan Kami.
Saya
memberitahukan peristiwa tersebut kepada kakak Saya. Mereka berkata, “Alhamdulillah, Insya Allah itu jangkungan
dari kanjeng Romo Kyai RA”, Kami menjawab ‘aamiin…’. Padahal saat itu Kamu belum pernah bertemu langsung
dengan Beliau. Sampai pada waktu zuhur, suami Saya meminta izin untuk berangkat
solat Jumat. Ia masih ragu karena perawat melarangnya, namun Ia tetap berangkat
ditemani yang ikut merawat.
Akhirnya,
Sabtu pagi Kami diizinkan pulang. Saking takjubnya, Kami diantar dengan mobil
yang merawat sampai rumah. Akhirnya, perban pun dibuka dan diperiksa, ternyata
benar, Subhanallah walhamdulillah, la haula
wala quwwata illa billahil aliyyil adzim… Ya Sayidi Ya Rasululah… Tulang
suami Saya tersambung kembali dan benar-benar tersambung. Terbukti pagi itu Ia
langsung praktik mencoba mengangkat air dengan gayung pun bisa.
Akhirnya Bertemu dengan Priyantun Berjubah yang Menyembuhkan Dari Patah Tulang
Dengan
peristiwa ini, sejak suami Saya sembuh, Saya terus ikut menjadi pengamal. Hingga
beberapa bulan kemudian, kakak Saya mengabari Kami bahwa ada Mujahadah Kubro di
Kediri. Kami belum paham, belum hafal dan belum tahu apa itu Mujahadah Kubro.
Singkat
cerita, Kami menghormati Kanjeng Romo Kyai RA tindak di karpet merah menuju podium.
Melihat Kanjeng Romo Kyai RA, suami Saya menangis dan terasa lemas karena ingat
sosok yang hadir memegang tulang yang patah. “Ya inilah Umi, Beliau yang memegang tulangku yang patah dan tersambung
ini”, kata suami Saya. Kami pun bersimpuh tak mampu menatap Beliau. Ya Sayidi Ya Ayyuhal Ghouts…
Peristiwa
ini terjadi pada minggu terakhir bulan Desember 2013. Insya Allah, sejak itulah
Kami selalu hadir di acara Mujahadah Kubro. Mohon doa pembca semua agar Kami
bisa selalu hadir Mujahadah Kubro dan menjadi pengamal yang baik.
Dengan
pengalaman rohani ini Saya mengajak semua teman, sahabat, saudara, mari
mengamalkan Sholawat Wahidiyah. jangan menunda waktu lagi. Insya Allah dengan
bersholawat Kita akan mendapatkan keridhoan Allah SWT, syafaat Rasulullah SWY
dan mendapat jangkungan doa restu Kanjeng Romo Kyai RA. (sebagaimana ditulis oleh Hj. Murni)
Sumber:
Majalah
Aham Edisi 149 | Januari 2020 M / Jumadal Ula 1441 H
Tags:
wahidiyah